<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d29125597\x26blogName\x3dHolistic+view+to+Equilibrium+state\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLACK\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://carokann.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://carokann.blogspot.com/\x26vt\x3d-2369228846023373281', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

Tentang tema cinta

Barangkaali memang pengalaman saya untuk tema-tema mengenai cinta sedikit lebih banyak daripada tema yang lain sehingga kebanyakan isi blog ini didominasi oleh tema seperti itu. Atau barangkali juga untuk tema semacam itu "emosi" saya bisa langsung tergugah, keluar dengan cepat, mengalir begitu saja tanpa ada yang menghambat. Atau kemungkinan lainnya adalah tema tentang cinta adalah tema umum, hampir semua orang pernah mengalaminya, sehingga mudah dicerna.

Bukan tidak pernah, bahkan sering saya mencoba untuk membuat puisi yang bertema lain, misalkan tentang kemanusian, akan tetapi setelah saya baca lagi, sungguh sama sekali "tidak berasa" terkesan dipaksakan. Apalagi jika tema yang saya angkat tentang keTuhanan, isinya hampa sekali.

Bisa jadi saya menetapkan standar yang terlalu tinggi untuk puisi-puisi yang bertema keTuhanan, misalkan membandingkannya dengan keindahan surah
Ar'rohman ataupun kaagungan Ayat Kursi. Mental saya langsung jatuh tersungkur jika dihadapkan dengan "puisi-puisi" seperti ini, lantas melihat kembali puisi buatanku dan berkata dalam hati, "apakah aku telah membuat puisi? atau hanya catatan harian?"

Akan tetapi saya tahu sebuah syair yang bagus dari Rumi tentang keTuhanan yang sempat membuat saya tercengang, bagaiman mungkin ia bisa membuat puisi seindah itu? (sebenarnya pertanyaan ini sangat mudah dijelaskan, Rumi adalah seorang penyair Profesional, sedangkan saya amatir pun tak sampai, hanya penikmat) saya jadi iri dan saya yakin sekali puisi itu sangat jujur, berdasarkan pengalaman beliau. Pada puisi tersebut beliau berhasil menceritakan pengalaman spiritual dan kedalaman perenungannya dengan metafora-metafora yang bukan saja elegan (elegan disini maksudnya sederhana sehingga cukup mudah dipahami, namun indah), tapi juga logis.

WASPADALAH! jangan biarkan dirimu melakukan,
Apa yang engkau tahu salah dengan mempercayai pikiranmu;
"kelak aku akan bertobat dan memohon ampun kepada Tuhan"
Pertobatan sejati menggemuruhkan penyesalan dan hujan air mata,
Yang kepadanya cahaya dan awan mata dibutuhkan,
sebagaimana kehangatan dan hujan dibutuhkan untuk menghasilkan buah.

Tanpa cahaya hati dan awan-awan mata,
Bagaimana mungkin api kemurkaan Ilahi ditenangkan?
Bagaimana tetumbuhan tumbuh
dan sumber-sumber air jernih memancar?

Jalaluddin Rumi
MATSNAWI II :1652-6

“ Tentang tema cinta ”